By: Indra Herlambang (www.freemagz.com)
Beberapa hari lalu saya makan di sebuah restoran. Tempat makan menyenangkan itu memang selalu menjadi tujuan saya ketika ingin menikmati ikan mentah dan kedelai rebus.
Saya terdiam cukup lama, sebelum akhirnya menjawab dengan bodohnya; “Kan abis nge-gym.”
Terlepas dari jawaban nggak nyambung yang justru membuat saya tampak semakin sinting di matanya, pertanyaan kecil ini sempat menampar saya dengan sebuah kenyataan yang menyebalkan: ternyata bagi banyak orang kesendirian adalah sebentuk keanehan.
Kejadian yang sama berulang ketika saya memesan tiket nonton di sebuah bioskop. Saat saya mengacungkan satu telunjuk untuk menjawab berapa buah tiket yang saya beli, penjaga loket tampat mengernyitkan mata sejenak sambil menatap saya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
“Satu aja, Mas?”
Saya hanya bisa mengangguk sambil tersenyum, walaupun dalam hati sumpah serapah mulai bergema beruntun. “Sejak kapan ada peraturan nonton harus bawa teman? Emang kenapa kalau saya nonton sendirian! Ada yang salah?”
Dengan semangat memanjakan diri, saya memilih sebuah tempat penginapan indah yang terletak agak jauh dari pusat keramaian pulau Bali. Di mana suasanaya masih cukup sepi dan pantai pasirnya belum terlalu carut-marut karena diperkosa ratusan pasang kaki. Di mana semburat jingga langit senja masih dapat saya nikmati tanpa diganggu percakapan yang seringkali meniadakan semua arti. Di mana kesendirian saya bisa benar-benar saya nikmati.
Ketika berita itu sampai di telinga beberapa orang teman, mereka langsung menginterogasi saya dengan pertanyaan-pertanyaan konyol yang membingungkan. Salah satu percakapan itu berlangsung kurang lebih seperti ini:
“Sendiri.”
“Bohong. Nggak mungkin lo nginep di situ sendirian.”
“Beneran gue sendirian.”
“Siapa yang bayarin?”
Ya Tuhan... Senista itukah menikmati kesendirian hingga harus ada orang lain yang menanggung biayanya? Seaneh itukah menghabiskan uang sendiri untuk menikmati diri sendiri? Ada apa dengan manusia dan kesendirian?
Buat banyak orang, kegiatan seperti nonton, atau makan di restoran, atau menginap di hotel
Bagaimana jika ternyata selama ini kita kelimpungan mencari teman dalam melewati setiap fase kehidupan karena tidak nyaman dengan diri sendiri? Bagaimana kalau diri kita terlalu membosankan untuk dinikmati sendiri? Bagaimana jika ternyata ketakutan terbesar kita untuk menikmati kesendirian adalah kemungkinan timbulnya kesadaran bahwa diri kita adalah mahluk asing yang baru bisa menyenangkan ketika dilengkapi dengan kehadiran orang lain?
Duh, menyedihkan sekali. Sudah terlalu banyak orang yang merasa mendapat arti ketika ada kehadiran manusia lain di sisi. Merasa diri seolah cacat tanpa kehadiran sosok tercinta yang hadir untuk melengkapi. Saya pernah ada di tempat itu. Sebuah tempat indah yang memabukkan. Sebuah masa cerah yang membahagiakan. Sampai tiba saatnya ketika ruang itu harus melompong kosong karena pemiliknya memutuskan untuk pergi. Lalu diri berubah seolah manusia berkaki satu yang kehilangan tongkat. Sulit bertahan hidup dan berjalan lamban tersendat-sendat.
Bodoh sekali saya ini (dan akan lebih bodoh lagi kalau saya mengulang kesalahan yang sama di lain hari). Sekarang saya tidak sedang mencoba untuk menghibur diri atau memberikan pembenaran tolol atas kejombloan saya. Hanya memberi jawaban agak panjang atas pertanyaan dari mbak-mbak di restoran, di loket bioskop, atau dari teman-teman yang matanya seringkali terbelalak aneh setiap kali melihat saya sendirian. Saya cinta keluarga saya, saya cinta sahabat dan teman-teman saya.
Tapi saya juga cinta diri saya.
Karenanya menikmati waktu dengan diri sendiri. Berteman dengan diri sendiri. Berdialog panjang dengan diri sendiri. Buat saya bukan merupakan pilihan, tapi keharusan.
Apalagi sebenarnya di ujung hidup ini ada kematian.
Sesuatu yang harus benar-benar dijalani sendirian.
Tanpa teman.
------------------------------
NB: IDEM abis dah, 'kisah' Ellen Su dengan Indra Herlambang!! Tossss!! hehehe
No comments:
Post a Comment